SiFIA Info

Persalinan

Apa itu Persalinan?

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi atau yang biasa kita sebut sebagai janin atau bayi dalam kandungan. Prosesnya bisa jadi hal yang membahagiakan karena menjadi ujung dari penantian selama 9 bulan. Namun ia juga bisa sekaligus menakutkan dan melelahkan karena prosesnya membutuhkan banyak kesabaran. 

Ada banyak hal yang harus diketahui dan dilakukan untuk memastikan bahwa ibu dan bayi dalam kondisi sehat sebelum dan setelah persalinan. Tak hanya itu saja, metode persalinan juga harus diketahui agar ibu bisa mempersiapkan segala hal dengan baik nantinya.

Tanda-Tanda yang Muncul Sebelum Melahirkan

Kehamilan normal berlangsung sekitar 37 hingga 42 minggu sejak tanggal menstruasi terakhir. Begitu memasuki usia 30-an akhir, tubuh mulai bersiap untuk persalinan. 

Ada beberapa tanda-tanda waktu melahirkan sudah dekat yang perlu diketahui ibu hamil. Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Kontraksi braxton hicks

Braxton Hicks adalah kontraksi ringan yang terjadi secara tidak teratur dan menjadi lebih sering terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Ibu mungkin mengalami kontraksi Braxton Hicks jauh sebelum tanda-tanda mendekati persalinan muncul.

Kontraksi ini cenderung menjadi lebih kuat dan lebih sering ketika sudah mendekati tanggal jatuh tempo. Cek tanda kelahiran lainnya di artikel: “Kenali Tanda-Tanda Ibu Hamil Segera Melahirkan.”

2. Nyeri persendian 

Sepanjang kehamilan, hormon relaksin akan mengendurkan ligamen di tubuh, terutama di panggul. Ini akan membantu tubuh meregang dan melentur selama persalinan. Perubahan ini akan memberikan sensasi ketidaknyamanan terutama di area panggul. 

Menjelang hari melahirkan, biasanya ibu akan merasa sedikit goyah, terutama di pinggul dan punggung bawah. Ini karena otot-otot di sekitar persendian perlu bekerja lebih keras untuk menjaga kestabilan area tersebut.

3. Mual yang semakin parah

Masalah mual adalah hal yang biasa selama kehamilan. Tapi rasa mual bisa semakin parah di akhir trimester ketiga. Ini disebabkan bayi terus tumbuh dan bersaing untuk mendapatkan ruang dengan segala organ sesuatu yang ada di perut. Akibatnya, ibu mungkin mengalami gangguan pencernaan dan mulas. 

Namun, serangan diare di akhir kehamilan sering kali bisa menjadi tanda bahwa persalinan tinggal 24 hingga 48 jam lagi. Meski begitu, situasi ini bisa jadi berbeda-beda pada tiap kehamilan.

4. Posisi kepala bayi mulai turun ke bawah

Hal ini bisa terjadi dua hingga empat minggu sebelum persalinan bagi ibu yang baru pertama kali melahirkan. Posisi baru bayi ini mungkin memberi tekanan tambahan pada panggul dan kandung kemih. Alhasil, membuat frekuensi buang air kecil semakin meningkat. 

Posisi bayi yang turun ini tak jarang membuat pernapasan ibu menjadi lebih mudah. Dan itu juga bisa mengurangi mulas karena berkurangnya tekanan pada perut dan organ lain.

5. Naluri keibuan

Banyak calon ibu mengalami ledakan energi pada minggu-minggu sebelum mereka melahirkan, dan merasakan dorongan untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Alasannya belum jelas secara ilmiah, tetapi ada teori yang menyatakan bahwa hal ini bisa jadi disebabkan oleh naluri atau akibat dari puncaknya estrogen.

Apapun penyebabnya, “naluri keibuan” ini bisa berupa perencanaan persalinan, pengorganisasian atau pembersihan rumah, dan melakukan aktivitas lain yang membantu mempersiapkan kedatangan bayi. 

6. Pertambahan berat badan melambat

Menjelang akhir kehamilan, kenaikan berat badan mungkin melambat. Hal ini mungkin disebabkan oleh bayi yang sudah mencapai ukuran cukup bulan. Namun, tidak semua orang akan mengalami penurunan berat badan, dan beberapa orang hamil mungkin mengalami pembengkakan yang lebih parah menjelang akhir kehamilan.

7. Timbul rasa sakit yang intens pada punggung

Sakit punggung selama kehamilan adalah hal yang lumrah. Namun jika rasa nyeri menjadi sangat intens, atau hanya terasa di punggung bagian bawah, ini bisa menjadi tanda bahwa kamu mengalami “persalinan punggung”. Kondisi ini paling sering terjadi saat bayi tertunduk namun menghadap ke depan.

Biasanya, bayi turun ke jalan lahir dengan wajah menempel di tulang belakang. Tetapi dalam beberapa kasus, bayi tersebut turun dengan tengkoraknya mengenai tulang belakang. Akibatnya nyeri terus-menerus yang mungkin menjalar ke perut tetapi sebagian besar terkonsentrasi di punggung.

8. Keluarnya cairan berlendir

Selama kehamilan, leher rahim tetap tertutup dan tersumbat oleh lendir (yang sering disebut “sumbat lendir”). Ini adalah cara tubuh melindungi bayi dari infeksi. Namun seiring dengan proses persalinan, serviks mulai melunak, melebar (terbuka), dan menipis ) sebagai persiapan untuk melahirkan. Kondisi ini  menyebabkan sumbatnya terlepas, sehingga keluar cairan berlendir.

9. Air ketuban pecah

Hal ini bisa berupa keluarnya cairan secara tiba-tiba atau tetesan cairan secara perlahan dari vagina, namun tidak selalu terlihat jelas. Jadi jika kamu mencurigai air ketuban pecah, segera periksakan diri ke rumah sakit.

10. Pembukaan serviks

Leher rahim mulai membesar (terbuka) dan menipis pada hari atau minggu sebelum melahirkan. Pada pemeriksaan mingguan di rumah selama kehamilan, profesional medis dapat mengukur dan melacak pelebaran dan penipisan melalui pemeriksaan internal. Informasi selengkapnya bisa dibaca di artikel: “Tahapan Pembukaan pada Persalinan yang Perlu Diketahui.”

Metode Persalinan

Saat ini, ada cukup banyak metode persalinan yang bisa dipilih. Misalnya lotus birth, water birth, gentle birth, dan lain-lain. Namun, secara umum, dalam medis dikenal 3 metode persalinan utama, yaitu:

1. Persalinan pervaginam tanpa bantuan (melahirkan secara alami)

Persalinan pervaginam adalah jenis persalinan yang paling umum dan paling aman. Disebut melahirkan secara alami karena metode ini tidak memerlukan bantuan peralatan atau obat tertentu untuk memulai atau mempercepat persalinan. 

Mau tahu apa saja yang perlu diketahui untuk melahirkan normal? Baca di artikel ini: “Ini 11 Tips yang Perlu Ibu Ketahui untuk Melahirkan Secara Normal

2. Persalinan pervaginam berbantu

Hampir sama dengan tadi, metode persalinan ini juga dilakukan melalui vagina atau pervaginam. Hanya saja, dibutuhkan bantuan alat atau obat tertentu untuk mengeluarkan bayi.

Metode ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Persalinan dengan forsep. Terkadang dokter harus menggunakan forsep (alat yang menyerupai sendok besar) untuk menangkup kepala bayi dan membantu membimbing bayi melalui jalan lahir.
  • Ekstraksi vakum. Persalinan vakum mirip dengan kelahiran forsep. Pada prosedur ini, dokter menggunakan suction untuk mengoleskan gelas plastik ke kepala bayi dan menarik bayi secara perlahan dari jalan lahir.
  • Episiotomi. Ini adalah pemotongan jaringan antara lubang vagina dan anus (perineum). Biasanya dilakukan jika dokter merasa perlu segera mengeluarkan bayi dari jalan lahir.
  • Amniotomi. Dokter menggunakan kait plastik kecil untuk membuat lubang di kantung ketuban. Ibu mungkin merasakan aliran cairan yang hangat.
  • Persalinan yang diinduksi. Ini dilakukan untuk memicu kontraksi agar datang lebih awal. Biasanya dilakukan jika dokter mengkhawatirkan kesehatan ibu atau bayi.
3. Operasi Caesar

Ketika persalinan pervaginam tidak memungkinkan, persalinan caesar (C-section) mungkin diperlukan untuk keselamatan ibu dan bayi. Operasi ini dibutuhkan pada beberapa kondisi, seperti:

  • Bayi tidak dalam posisi kepala di bawah, sebaliknya berada dalam posisi sungsang atau melintang.
  • Bayi terlalu besar untuk melewati panggul.
  • Bayi sulit keluar.
  • Mengandung lebih dari satu bayi.
  • Plasenta menutupi pembukaan serviks (plasenta previa).
  • Tali pusar tergelincir melalui leher rahim sebelum waktunya bayi lahir.
  • Plasenta telah terpisah dari dinding bagian dalam rahim sebelum melahirkan (solusio plasenta).
  • Pernah menjalani operasi caesar sebelumnya.

Informasi tambahan lainnya mengenai caesar bisa dibaca di artikel: “5 Hal yang Perlu Dilakukan Setelah Operasi Caesar.”

Faktor yang dapat Memengaruhi Proses Persalinan

Setiap proses persalinan pasti memiliki risiko yang bisa membahayakan nyawa ibu maupun bayi. Usia dan kesehatan merupakan faktor yang bisa meningkatkan risiko seorang ibu untuk bisa mengalami komplikasi, baik selama kehamilan maupun saat persalinan. 

Berikut ini beberapa faktor yang dapat memengaruhi gangguan dalam proses persalinan, yaitu:

1. Adanya anomali pada alat kelamin

Anomali struktur organ bisa terjadi kepada siapa saja, dan hal tersebut tentu bisa memengaruhi proses persalinan. Umumnya, perbedaan bentuk pada uterus atau serviks bisa meningkatkan risiko keguguran, fetus yang memiliki posisi abnormal. 

Selain itu, kesulitan saat melahirkan juga bisa terjadi. Masalah tersebut bisa diatasi dengan persalinan caesar untuk menghindari risiko tersebut.

2. Usia ibu terlalu muda

Jika seorang wanita berumur di bawah 20 tahun akan menjalani proses persalinan, umumnya memiliki risiko lebih tinggi bila dibandingkan dengan wanita yang berumur di atas 20 tahun. 

Wanita remaja memiliki risiko untuk melahirkan secara prematur, memiliki bayi dengan berat badan di bawah rata-rata, dan juga mengalami preeklampsia.

3. Ibu mengidap penyakit menular seksual

Jika seorang wanita mengidap penyakit menular seksual (PMS) saat kehamilan, maka kandungannya memiliki risiko untuk tertular. Saat persalinan, bayi bisa saja menderita pneumonia, kebutaan. 

Hal ini merupakan dampak dari penyakit menular seksual yang dialami oleh sang ibu dan memiliki dampak yang berbeda. Contoh penyakit menular seksual tersebut adalah HIV/AIDS, sifilis, gonorrhea, dan lain-lain.

4. Posisi bayi

Posisi bayi merupakan faktor penting dalam kelancaran persalinan. Bayi akan lebih mudah melewati jalan lahir dalam posisi kepala menunduk dan menghadap tulang belakang ibu. Ini disebut posisi anterior. 

5. Faktor emosional

Jika ibu mengalami ketakutan atau kurangnya dukungan, hal ini dapat melepaskan hormon, seperti adrenalin, yang dapat memperlambat kontraksi persalinan. Saat melahirkan, ibu harus melepaskan dan melepaskan kendali persalinan sesuai ritme tubuh sendiri. 

Untuk melakukan ini, ibu perlu merasa aman dengan dokter dan orang-orang yang mendukung. Penting untuk mendiskusikan segala kekhawatiran terlebih dahulu dengan dokter, sehingga membantu ibu melahirkan dengan perasaan aman dan percaya diri.

Kehadiran pasangan atau orang lain yang mendukung dapat membantu kelancaran persalinan dan mengurangi ketergantungan pada obat pereda nyeri. Sentuhan manusia dengan pijatan punggung atau bahkan akupresur dapat membantu meningkatkan kontraksi atau mengurangi rasa sakit.

Komplikasi Persalinan

Komplikasi persalinan dapat terjadi sesuai dengan jenis persalinan yang dilakukan. Seperti apa komplikasinya?

1. Persalinan normal

Persalinan pervaginam umumnya memiliki risiko paling kecil. Komplikasi paling umum selama persalinan pervaginam adalah:

  • Persalinan melambat atau berhenti dan serviks tidak melebar.
  • Detak jantung janin tidak teratur sebagai akibat kepala atau tali pusarnya tertekan.
  • Pendarahan yang berlebihan atau mengancam jiwa selama atau setelah kelahiran. 
  • Robekan pada jaringan di sekitar vagina dan rektum yang terjadi saat melahirkan.
  • Gumpalan darah yang berkembang di kaki atau panggul segera setelah melahirkan (trombosis vena dalam).
  • Tekanan darah tinggi yang berlebihan (preeklamsia pascapersalinan). 

Selain itu, dalam beberapa kasus ibu juga bisa mengalami pembengkakan pada kaki. Baca di artikel ini: “Kaki Bengkak Usai Melahirkan, Normal atau Penyakit?

2. Persalinan pervaginam berbantu 

Walaupun dengan bantuan, persalinan normal bisa saja berisiko mengalami komplikasi, antara lain:

  • Persalinan pervaginam dengan bantuan vakum dapat menyebabkan morbiditas janin yang signifikan, termasuk laserasi kulit kepala, sefalohematoma, hematoma subgaleal, perdarahan intrakranial, kelumpuhan saraf wajah, hiperbilirubinemia, dan perdarahan retina.
  • Penggunaan forcep juga berisiko mengalami robekan vagina, ibu mengalami pembekuan darah, dan kebocoran air seni.
  • Tidak hanya pada ibu, penggunaan forcep juga bisa menyebabkan komplikasi memar di kepala bayi atau bahkan luka kecil di wajah atau kulit kepala bayi. 

Pencegahan Komplikasi Persalinan

Meskipun komplikasi bisa terjadi kepada setiap orang, tetapi ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh ibu untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi sebelum dan saat proses persalinan. 

Berikut ini beberapa tindakan yang bisa dilakukan, yaitu:

  • Selalu mengonsumsi makanan sehat. Baca selengkapnya di artikel ini: “Ketahui 11 Nutrisi Penting yang Paling Dibutuhkan saat Hamil”.
  • Berhenti minum alkohol dan merokok.
  • Rutin olahraga khusus ibu hamil.
  • Mengelola stres.
  • Tidak bepergian terlalu jauh yang bisa menyebabkan kelelahan.
  • Rutin memeriksakan kesehatan diri dan kandungan ke dokter.
  • Mengonsumsi folat dan vitamin ibu hamil yang diperlukan.
  • Menjaga berat badan tetap stabil.
  • Menjaga hidrasi dengan minum air putih.
  • Bergabung dengan komunitas ibu hamil/support group.
  • Mengedukasi diri mengenai informasi seputar persalinan sehat.
  • Mendapatkan dukungan emosional dari pasangan dan orang terdekat.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika ibu mengalami kehamilan yang tidak berisiko, ibu mungkin bisa menghabiskan sebagian besar gejala persalinan awal di rumah sampai kontraksi mulai meningkat dalam frekuensi dan intensitasnya. 

Namun, jika air ketuban pecah atau mengalami pendarahan vagina yang signifikan, segera hubungi dokter atau cari bantuan medis terdekat.